1/20/2016

Nikah, Commitment atau Agreement?

Sebenarnya perkawinan itu commitment atau agreement? Komitmen atau persetujuan? Itu yang menjadi pertanyaan sang janda dalam tulisan ini. Bagaimana bisa mengukur, apakah sebuah bahtera rumahtangga dibangun atas dasar persetujuan ataukah persetujuan?

Nikah: Commitment atau Agreement?

Tepatnya sih ini pertanyaan saya. Saya sedang ngobrol-ngobrol dengan sang adik di suatu sore yang mendung dan membicarakan mengenai perceraian. Bahwa, sekarang perceraian bukan merupakan stigma lagi (menurut dia, orang dengan status cerai sekarang lebih bisa diterima masyarakat dibandingkan dengan generasi orang tua kita).

Lalu kami juga membicarakan mengenai perkawinan sekarang. Dengan meningkatnya kesehatan dan kualitas hidup, orang-orang sekarang lebih panjang umurnya dan lebih sehat sehingga di usia 60 masih produktif (ini di kota-kota besar mungkin ya). Nah, dengan meningkatnya umur yang panjang, komitmen perkawinan yang, “Til death do us part” ini menjadi sangat muluk.

Bayangkan, saya saja usianya sudah lebih dari 40. Taruhlah masih ada umur sampai 80. Kalau saya membuat komitmen di umur saya ini, artinya saya komit untuk 38 tahun ke depan. Itu untuk saya yang usianya separuh baya gini. Nah, yang usianya 25, artinya membuat komitmen untuk 55 tahun lamanya, bukan?

Terus terang, saya bukan orang yang bisa berkomitmen segitu lama. Contohnya, saya tidak mengambil soft loan untuk rumah maupun mobil di perusahaan-perusahaan yang pernah saya singgahi. Alasannya bukannya ngga perlu duit, tetapi saya takut terikat oleh perusahaan selama 10 tahun.

Kalau pinjam uang ke perusahaan biasanya sejumlah yang bisa saya bayar, jadi bukan karena tidak ada uang tetapi lebih kepada mengambil benefit dari fasilitas yang ada. Soalnya, saya tidak tahu apa yang akan terjadi 10 tahun lagi. Segala sesuatu berubah, jadi saya ingin lebih fleksible dan bebas saja.

Apalagi komitmen untuk, taruhlah 38 tahun. Dalam waktu 2 tahun saja, saya bisa berubah. Karena, ya normal saja, manusia berevolusi dan berubah cara pandangnya dari masa ke masa. Hanya segelintir orang yang beruntung sajalah yang, menurut saya, ketemu dengan pasangan hidupnya yang benar-benar dia cintai, yang menjadi belahan jiwanya, yang sampai akhir hayat menjadi kekasih, sekaligus sahabat.

Saya punya beberapa teman yang walaupun sudah kawin belasan tahun, masih terlihat seperti anak ABG saja pacarannya: masih mesra, pegang-pegangan tangan dan kalau telepon bisa berjam-jam sampai kirim-kiriman sms juga. Tapi jumlah teman yang menikah dan tetap menikah karena alasan anak, status dan ekonomi lebih banyak. Yang sebenarnya tidak bahagia tetapi bertahan dalam perkawinan.

Nah, ini membuat saya berpikir, sebenarnya perkawinan itu c atau agreement? Komitmen atau persetujuan? Kalau komitmen adalah janji terhadap entah siapa (Tuhan, diri sendiri, pasangan) untuk tetap selalu berdua walau apapun yang terjadi, tetapi mungkin lebih condong ke janji kepada diri sendiri ya.

Nah, kalau agreement atau persetujuan, lebih condong ke setuju untuk hidup bersama dalam jangka waktu yang panjang. Mungkin artinya sama, tetapi sebenarnya lain lho. Agreement itu lebih kepada perjanjian kepada pihak lain.

Apakah ada dua tipe perkawinan, yang berdasarkan commitment dan berdasarkan agreement? Yang mana jenis perkawinan Anda? Apakah ada yang lebih baik daripada yang lain? Mungkin ada yang bisa menjelaskan perkawinan yang berdasarkan commitment dan agreement itu bedanya apa?

Hmmmh. Mudah-mudahan menjadi orang yang beruntung dan bertemu dengan pasangan yang bener-bener compatible dan relationship-nya bisa bertahan lama ya, sehingga mungkin segala komitmen dan persetujuan menjadi tidak begitu penting lagi untuk dibahas.


(Origin: Janda Kaya)

Anda juga bisa menuliskan dan berbagi dengan seluruh sahabat pembaca "TJanda". Menulislah sekarang dan kirimkan melalui halaman Kontak.